Hari ini adalah hari jumat, alaram pagiku berbunyi dengan kerasnya. Pagi ini tidak ada yang aneh, semua berjalan seperti biasa. Ko



"naak ada sapi, halau sapinya, nanti habis jagungmu dimakan" teriak ibuku dari dapur.

Sontak mendengar teriakan ibu, aku lansung berdiri. Dan berlari menuju belakang rumah. Benar saja, sapi-sapi tersebut sedang asik malahap daun" jagungku.

"Hus hus, dasar rakus kalian" umpatku sambil melemparkan kayu.

Sejenak aku duduk menunggu, sapi-sapi itu kembali lagi, namun mereka tidak berani mendekat.

Setelah terasa aman, aku kembali masuk kerumah. Ku lihat ada nasi goreng buatan ibu yang selalu enak dilidahku. Aku mencuci muka dan lasnsung melahap nasi goreng tersebut.

"Hmmm begitu enak, emg ga ada yg menandingi masakan ibu" pikirku.

***

Setelah semua pekerjaan ku selesai, jam menunjukkan pukul 11.27 wib, yaa waktunya mandi. Memang aku selama pandemi corona ini mandi selalu siang hari, karena aktivitasku dipagi hari yang menuntut aku untuk mandi siang. Corona memang menghancurkan segalanya, mulai dari ekonomi, pendidikan, dan budaya, hampir semua sektor terdampak dari pandemi tersebut.

Setelah mandi, aku duduk menunggu waktu jumat. Sambil duduk, aku membuka portal universitas ku untuk mengetahui perkembangan nilai akhir semester 4 ini.

"Waduh, kenapa masih BLnya banyak ya ?, Ada 5 matakuliah lagi yang belum masuk nilainya" umpatku dalam hati.

Rasa khawatir menghampiriku, akankah nilai semester ini baik ?, Belum tentu, belajar secara daring tidak ada jaminan untuk nilai bagus. Soal ilmu yang didapat ?, Jangan ditanya, enggak ada. Jadi apa dong yang didapat dalam kuliah daring ?, Kuota habis, tugasnya banyak, ilmu ga dapat. Yang lebih menyakitkan lagi saat dosen cuma kasih ppt, lalu buatkan narasi oleh si mahasiswa dan buatkan 3 pertanyaan lalu jawab sendiri. Laah itu namanya apa coba ? Heran memang. Tapi itulah yang aku dan teman-teman kampusku rasakan saat ini. Mungkin dirasakan juga oleh teman-teman mahasiswa lainnya.

Hpku berdering, menyadarkanku dari lamunan. Ku lihat ada sebuah pesan WA dari rekanku, Irgi.

"_tio, nilaimu udah keluar semua?_
_nilai gua belum penuh wooii, heran. Padahal beberapa hari lagi batas pemasuka nilai, gua takut nya nanti malah gagal_"

"Belum gi, gua mah juga mikir gitu, coba aja bilang ke ketua kelas buat nanya status nilai ke dosen" balasku.

***

10 menit lagi waktu jumat akan masuk, aku bersegera menuju mesjid. Sebelum aku melangkah, ada 3 pilihan masjid dalam pikiranku. Pilihan pertama adalah mesjid di kompleks sebelah. Mesjidnya bagus nyaman, tapi karena pandemi, petugas mesjid menyuruh jamaah untuk membawa sajadah sendiri dan syaf untuk sholatpun dikasih jarak. Anehnya, kenapa hanya diterapkan ketika sholat Jumat saja ?, Padahal sholat-sholat fardu lainnya seperti biasa, sungguh jadi pertanyaan besar. Pilihan kedua, adalah mesjid di RW sebelah, keadaannya hampir sama dengan mesjid dipilihan satu, cuma bedanya adalah ini cukup jauh. Jadi banyak ruginya, sudahlah jauh, eh pas sholat syafnya dikasih jarak. Nah pilihan ketiga adalah mesjid di perempatan jalan besar diluar sana (maklum lah ya, rumahku di dalam-dalam gang, jadi jauh keluar). Walaupun jauh, tapi disini nyaman, karpet sholat selalu dibersihkan, jadi jamaah tidak perlu bawa sajadah dari rumah, syaf lurus dan dirapatkan. Entah mengapa jamaah disini sangat kuat tauhidnya, mereka selalu yakin atas pertolongan Allah, terbukti, tidak ada satupun masyarakat mereka yang terjangkit Corona. Walaupun mereka beraktivitas seperti biasa. Allahuwalam. Aku memilih untuk sholat di pilihan ke 3.

***

Siang saat berjalan pulang dari masjid aku merasa matahari terasa sangat menusuk kulit. Aku mempercepat langkahku. Suatu insiden kecil menghentikanku

"Aaauuuuu" keluhku, sebuah paku kecil menancap gagah menembus sendalku. 
"Adduuh, malah rumah masih jauh lagi" umpatku.

Aku berteduh sejenak, sambil mencabut pakut tersebut, aku melihat cairan merah yang tidak asing lagi. Ya walaupun aku takut dengan warna merah itu, tapi apa boleh buat.

Ku perhatikan sekitar tempat dudukku, mataku tertuju pada daun singkong yang tidak aku ketahui pemiliknya. 
Sambil berusaha menjangkau daun tersebut

"Pak buk, minta daun singkongnya dikit ya, maaf yaa pak buk, saya ga tau siapa yang punya, semoga bapak atau ibuk dapat pahala" ujarku dalam hati.

Ketika luka, aku teringat kata nenek bahwa daun singkong bisa mengurangi rasa sakit saat luka. Benar atau tidaknya aku tidak tau, yang jelas rasa sakit dilukaku terasa agak berkurang dan aku bisa melanjutkan perjalanan pulang.

***

Saat dirumah, aku duduk sambil barmain hp dikursi bambu kesukaanku. Ku buka blog pribadi ku. Ternyata lalu lintas blog hari ini cukup sepi. Aku memang hobi sekali menuliskan isi pikiran ku, dengan menulis terasa beban dipikirkanku tumpah kedalam tulisanku sehingga beban yang ku rasa cukup berkurang.

Saat asik browsing, sebuah SMS operator menggetarkan hatiku. Benar saja, isinya membuat aktivitas browsing ku terhenti.

_Penggunaan kuota akses internet dan aplikasi WhatsApp/LINE/OVO km sdh melebihi batas pemakaian wajar lho.Selanjutnya berlaku tarif normal skema tarif km skrg.Info 000_

"Yaah, padahal rasanya baru kemarin di isi, sekarang dah habis lagi, boros kuota amat si" kesalku dalam hati.

Aku hanya meletakkan hp ku di atas meja kamarku. Bingung juga si mau ngapain disiang hari seperti ini. Kulihat, waktu ashar masih lama. Aku memutuskan untuk tidur.

***

Suara adzan membangunkanku. Aku bangkit dan berwudhu seraya melaksanakan ibadah wajib bagi seorang muslim. Kebetulan hari ini disebut sebagai hari yang mulia bagi umat Islam sedunia, hari ini dianjurkan memperbanyak amalan zikir, sholawat, dan membaca Alquran terutama surat Al-kahf.

Setelah selesai semuanya. Aku duduk dibelakang rumah, ya dikebun jagung milikku. Mataku tertuju pada sebuah botol lama yang berisi air. Dari fisiknya aku yakin botol itu sudah lama. Aku memperhatikan air didalamnya, tetap jernih, walaupun dindingnya berlumut. Aku menarik makna filosofis dari hal tersebut.

"Seburuk apapun tampilan luarmu, jangan biarkan hatimu ternodai"

Cukup dalam memang, tapi aku selalu mendapat pelajaran dari hal-hal yang aku temui.

***

Saat malam, aku mencoba merayu ibu untuk membelikanku kuota. Aku tidak pernah memaksa ibu untuk membelinya. Ibu bilang, ibu sedang tidak ada uang. Ya tidak mengapa. Aku paham kondisi ekonomi saat ini.

Selepas isya, aku berjalan keluar rumah, mencari cakrawala baru yang mungkin bisa dijadikan pelajaran. Sayangnya hari ini tidak ada yang unik. Aku melihat jam ditanganku. Jam menunjukkan pukul 9 malam, sontak aku teringat sesuatu

"Astaga, aku lupa untuk mengantarkan karpet langganan laundyku" pikirku.

Aku berjalan munuju laundry, dari jauh aku melihat ayah sedang melayani pelanggan kami. Aku semakin mendekat dan sampai,

"Maaf ayah, aku lupa kalau malam ini aku harus mengantar karpet langganan kita" ujarku sambil menunduk.

Ayah hanya diam dan melanjutkan pekerjaannya. Aku menjadi semakin merasa bersalah, aku membantu pekerjaan ayah, tapi ayah tetap diam.

"Baiklah, ini memang salahku, kenapa aku sampai lupa, sehingga membuat ayah seperti marah" pikirku.

Tepat jam 10 malam, laundry kami tutup. Ayah pulang dengan motornya, dan aku pulang degan berjalan, ayah sempat menawarkan untuk pulang bersama, namun aku lebih memilh untuk berjalan kaki.

Di jalan, aku memikirkan, apa yang akan terjadi nantinya. Pikir demi pikir aku sampai dirumah. Dan aku melihat ayah seperti sedang berdebat dengan ibu. Aku masuk ke kamar, dan memikirkan apa yang sedang terjadi. Ayah mengupat, dan aku yakin itu ditujukan padaku. Ibupun begitu.

"Ngapain aja dia dirumah, satupun pekerjaan tidak ada yang selesai, percuma saja" umpatan ayah yang paling teringat olehku.
"Biarkan saja, yah. Dia banyak dalil kalau bilang" balas ibu.

Pernyataan itu membuat air bening dimataku. Aku hanya sedih, kenapa setiap pekerjaan yang aku lakukan tidak pernah bernilai dimata orangtuaku. Berbeda dengan saudara-saudara ku yang lainnya. Ini bukan pertama kalinya.

Air mataku terus mengalir, memang aku sering menangis saat hatiku terluka.

"ini tidaklah adil, kenapa hanya aku yang seperti ini, kenapa hanya aku yang diperlakukan berbeda...?" Pikirku dalam tangis.

Aku tidak tahan dengan semua ini. Biarlah aku mencari kehidupan yang beru. Sudah lama aku memiliki rencana untuk meninggalkan rumah. Tapi selalu gagal karena hatiku iba meninggal kan orang tuaku. Walapun aku berbeda dari saudaraku, aku tetaplah mencintai mereka. Namun saat ini, aku rasa hatiku terlalu terluka. Meraka mungkin saja tidak menginginkanku lagi. Entahlah.

Malam itu aku tidak bisa tidur, air mata terus mengalir. Ya ini saatnya aku memilih jalanku sendiri. Perang batin terjadi. Namun perasaanku lebih kuat memutuskan hal ini. Aku memilih untuk pergi merantau.

***

Setelah subuh, aku mandi dan bergegas. Aku ingat, aku memiliki seroang sahabat bernama Cery. Cery selalu siap membantuku dalam keadaan apapun. Aku turun dari rumah jam 5.45 pagi. Aku membeli pulsa di konter dekat rumahku, yang memang buka 24 jam.

"Bang, beli pulsa 5 ribu nomornya 081234567890 ya bang" ujarku
"Oke dek, 5 ribu ya. Tunggu sebentar" balasnya.

Seraya menunggu, ia bertanya
"Kemana pagi-pagi buta kek gini dek, Bawa tas lagi, pulang kampung ya ?" Tanyanya heran.
"Hehe iyaa bang" balasku singkat.

Setelah pulsanya masuk, aku segara menjauh dari konter, aku terus berjalan. Dipikiran ku hanya satu, aku memohon maaf kepada orang tuaku, aku tidak dapat menjadi apa yang mereka inginkan. Air mataku memang tidak bisa membohongi keadaanku.

Aku berhenti dan menelfon rani,

"Halo assalamualaikum, Cer.
Maaf mengganggu kamu pagi-pagi. Cery bisa kamu menunggu aku di stasiun ?" Bicaraku cepat.

"Walaikumsalam, tio.
Eehh kenapa ni tiba-tiba ke stasiun pagi-pagi? Okee deh aku tunggu disitu. Nanti telfon aja" balasnya.

"Oke Cer, makasi ya" balasku, dan mematikan telfon.

***

Di stasiun, aku bertemu dengannya, 
"Hai, maaf ya merepotkan. Aku minta kamu kesini karena aku mau minta tolong sama kamu. Aku mau merantau, Cer, biarlah semua kenangan dan aktivitas di Padang aku tinggalkan.  Aku tidak mampu lagi. Sekarang aku ingin ke Kalimantan, tapi tabunganku gak cukup, aku mau pinjam duit kamu boleh ?" Jelasku.

"Haaa ?, Merantau, lalu kuliah kamu gimana ? Daan, cita-cita kamu gimana ? Pujaan hati kamu, si Meli kamu tinggalkan gitu aja ? Mikir lagi tio." Balasnya kesal.

"Cer, aku sudah memutuskan semuanya. Kamu mau bantu aku atau enggak ? Semuanya akan aku jelaskan setelah aku meninggalkan kota ini." Balasku.

"Baiklah, aku paham gimana kamu, dan sepertinya aku ga bisa bantu banyak, soalnya aku juga harus bayar UKT ku yang mahal" jelasnya.

"Tidak mengapa, aku paham, aku hanya minta bantu semampu kamu saja". Balasku.

Cery menyuruhku menunggu, ia berjalan menuju ATM. 10 menit kemudian ia datang.

"Tio, kamu jangan pernah takut untuk minta tolong sama aku, walaupun kamu sudah jauh, tapi aku tetap sahabat kamu kok. Ini ada sedikit, terimalah semoga ini cukup untuk perjalanan kamu" terangnya sambil menyodorkan uangnya ke tanganku.

"Cer, aku ga tau lagi gimana cara berterimakasih ke kamu. Kamu sahabat yang sangat baik. Aku ga mampu membalas kebaikan kamu, semoga Allah membalas kebaikan kamu ya" balasku, sambil menerima uang tersebut.

Suasana haru menyelimuti kami. Tak terasa, aku harus berpisah dengan semua hal dikota ini.

Saat aku melangkah, Cery memanggil dan berlari memelukku. Aku membalas pelukannya. Sejak kami diam. Dan aku mengingatkan. Kalau aku harus pergi. Ku lihat mata Cery berlinang. Aku tak tau harus berkata apa lagi. Aku berjalan, masuk kedalam kereta menuju bandara.

Saat sampai di bandara ternyata ....... (Bersambung)